SANTRI-MOBILE : WAHANA DAKWAH PARA SANTRI ERA MILLENIAL BERBASIS DIGITAL
SANTRI-MOBILE : WAHANA DAKWAH PARA SANTRI ERA MILLENIAL
BERBASIS DIGITAL
Oleh : Firdan Fadlan Sidik
Pondok pesantren adalah sebuah
institusi pendidikan bagi pelajar yang mendalami ilmu agama. Pelajar ilmu agama
ini kerap kali disebut dengan santri. Santri menurut KBBI adalah orang yang
mendalami agama Islam. Adapun pesantren itu sendiri berasal dari kata santri yang diberi awalan pe dan
akhiran an kemudian imbuhan akhirannya dirubah menjadi en supaya
pengucapannya lebih luwes. Jadilah kata pesantren yang artinya adalah sebutan
untuk asrama tempat tinggal para santri. Tempat itu dalam bahasa Jawa dikatakan
pondok atau pemondokan.
Pondok pesantren dinilai sebagai tempat yang cocok untuk menggembleng segudang
ilmu agama karena di dalamnya
diajarkan nilai-nilai dan menumbuhkan karakter. Seluruh potensi pikir, dzikir,
rasa, dan karsa dalam jiwa dan raga dikembangkan melalui media pendidikan yang
terbentuk dalam suatu komunitas yang didesain secara integral untuk tujuan
komprehensif (Ahmad Muhakamurrohman:111).
Menurut
Peraturan pemerintah No.55 tahun 2007, pesantren atau pondok pesantren adalah
lembaga pendidikan keagamaan Islam berbasis masyarakat yang menyelenggarakan
pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan yang lainnya.
Pesantren
adalah warisan umat Islam Indonesia dan dimaknai sebagai sebuah tradisi. Adapun
tradisi itu sendiri adalah keseluruhan benda material atau gagasan yang berasal
dari masa lalu namun benar-benar masih ada dan belum dihancurkan, dirusak, atau
dilupakan.[1]
Tradisi pesantren sampai saat ini tidak pernah hilang dari kehidupan sosial karena
mengandung makna keaslian Indonesia (Indigenous)(Nurkholis Majid :
1997). Nilai-nilai perjuangan, persatuan, dan perdamaian telah dibangun dalam
pendidikan dengan menanamkan nilai Islam yang universal dan relevan sepanjang
zaman.
Sejarah
Indonesia telah merekam bahwa keberadaan kaum santri telah memberi kontribusi
banyak terhadap kemerdekaan Indonesia. Mereka telah mempraktikkan giat bela
negara saat penugasan menjaga serta melindungi aset budaya dan potensi kekayaan
sumber daya alam (Basyirun:2016). Pengabdian laskar-laskar jihad perlawanan
rakyat dari unsur santri saat revolusi fisik perjuangan merebut kemerdekaan
sudah diabadikan oleh sejarah. Pada tahun 1943, tepatnya pada masa penjajahan
Jepang, KH. Hasyim Asy’ari mengirim santri-santrinya untuk berlatih militer
dalam pasukan PETA (pembela tanah air). Pada tahun 1944 terbentuklah laskar Hizbullah
(laskar santri) dan Sabilillah (laskar kiai) sehingga Jepang pun
menyadari bahwa kekuatan para santri dan ulama tidak bisa diremehkan. Pada
tanggal 14 September 1945, KH. Hasyim Asy’ari dalam rapat terbatas di pesantren
Tebuireng menyatakan bahwa NKRI sah dalam fiqih Islam. Dalam pertemuan itu juga
membahas fatwa jihad yang menjadi dasar dari resolusi jihad yang berisi
dukungan terhadap proklamasi. [2]
Resolusi
jihad terdiri dari tiga point penting, yaitu : (1) hukum membela negara demi
melawan penjajah menjadi fardu Ɣin atau wajib bagi umat muslim, baik
laki-laki maupun perempuan dalam radius 90 kilometer. (2) Jihad melawan
penjajah merupakan jihad fisabilillah. Para pejuang yang gugur termasuk
dalam golongan mati syahid. (3) Bangsa sendiri yang berkhianat dan memecah
belah menjadi kaki tangan penjajah wajib hukumnya untuk dibuhuh.
Nilai-nilai
perjuangan dan nasionalisme yang ada dalam tokoh KH hasyim Asy’ari sejatinya
masih tersimpan dalam kurikulum pondok pesantren masa kini di seluruh nusantara.
Mayoritas pesantren yang ada di Indonesia masih mengajarkan santrinya nilai-nilai
ketangkasan diri dan jiwa militer seperti pramuka, bela diri, pencak silat,
ataupun kegiatan sejenisnya. Namun jika ditarik nilai-nilai secara umum,
terdapat lima nilai yang mendasari kehidupan pondok pesantren yang dikenal
dengan Panca Jiwa.
Pertama
adalah jiwa keikhlasan. Jiwa ini berarti sepi ing pamrih, yaitu berbuat
sesuatu bukan karena didorong oleh keinginan untuk mendapatkan keuntungan
tertentu. Segala perbuatan dilakukan dengan niat semata-mata untuk ibadah
karena Allah. Kiai ikhlas mendidik dan para pembantu kiai ikhlas dalam
menjalankan proses pendidikan serta para santri ikhlas dididik. Jiwa ini
menciptakan atmosfer kehidupan yang harmonis antara kiai yang disegani dan
santri yang taat, cinta, dan penuh hormat.
Nilai
kedua adalah jiwa kesederhanaan. Kehidupan di pondok diliputi oleh jiwa kesederhanaan.
Kesederhanaan di pondok tumbuh ketika fasilitas yang ada tidaklah semewah
institusi pendidikan lainnya. Kesederhanaan tidak berarti pasif atau nerimo.
Tidak juga berarti miskin atau melarat. Justru dalam jiwa kesederhanaan itu
terdapat nilai-nilai kekuatan, kesanggupan, ketabahan, dan penguasaan diri
dalam menghadapi perjuangan hidup. Di balik kesederhanaan ini terpancar jiwa
besar, berani maju dan pantang mundur dalam segala keadaan. bahkan di sinilah
hidup dan tumbuhnya mental dan karakter kuat yang menjadi syarat bagi
perjuangan dalam segala segi kehidupan.
Point
ketiga adalah jiwa berdikari atau kesanggupan menolong diri sendiri yang
merupakan senjata ampuh yang dibekalkan pesantren kepada santrinya. Berdikari
tidak hanya pada santri, melainkan pesantren juga demikian. Pesantren tidak
menyandarkan kehidupan kepada bantuan atau belas kasihan pihak lain. Oleh
karena itu pondok pesantren tidak bersifat kaku. Semua pekerjaan yang ada di
pondok dikerjakan oleh kiai dan para santrinya sendiri.
Berikutnya
di point keempat adalah jiwa ukhuwah Islamiyah atau persaudaraan.
Kehidupan di pondok pesantren diliputi suasana persaudaraan yang akrab sehingga
segala suka dan duka dirasakan bersama. Tidak ada dinding yang dapat memisahkan
mereka. Ukhuwah ini akan selalu mengalir hingga mereka terjun langsung ke
masyarakat.
Nilai
terakhir adalah jiwa bebas. Santri bebas berfikir dan berbuat, bebas dalam
menentukan masa depan, bebas dalam memilih jalan hidup, dan bebas dari pengaruh
negatif luar. Nilai ini akan menjadikan santri berjiwa besar dan optimis dalam
menghadapi segala kesulitan. Namun tentunya jiwa kebebasan ini harus didasari
dengan pemahaman mendalam para santri terhadap ilmu agama. Kelima panca jiwa
ini sejak dulu sampai sekarang tidaklah hilang. Hanya saja bentuk yang ada pada
zaman sekarang lebih modern namun tetap menjaga tradisi yang ada.
Santri dan Literasi
Kehidupan
literasi di kalangan santri tidaklah redup. Berbagai pondok pesanren di
nusantara menggiatkan dunia kepenulisan. Salah satunya adalah pondok pesantren
hadil Iman di Kota Surakarta. Terdapat sebuah komunitas kepenulisan bernama
Pena MAPK yang sangat produktif. Organisasi ini mewadahhi bakat kepenulisan
santri dipandu oleh pembina asrama yang ahli di bidangnya. Setiap minggunya
diadakan kumpulan anggota dan pemberian materi kepenulisan. Setiap tahunnya tidak
lepas dari sebuah buku antologi cerpen dan puisi yang dihasilkan para santri. Bahkan
dalam tempo waktu tertentu seringkali karya mereka menembus media massa dan
diterbitkan di koran ataupun majalah. Sebuah gelagat gerakan kepenulisan ini
menjadi sebuah harapan tersendiri di balik darurat literasi yang ada karena
diserbu oleh arus globalisasi.
Menulis
dianggap penting di kalangan santri. Pasalnya ilmu yang didapat di pesantren
sangatlah banyak dan di sisi lain, mereka memiliki kewajiban untuk berdakwah.
Di samping mereka dapat menyalurkan ilmunya lewah ceramah, mereka juga harus
berdakwah secara tulisan melalui sebuah karya supaya bisa dikonsumsi khalayak
yang lebih luas dan terkemas lebih abadi. Namun seiring dengan arus zaman,
kecintaan para santri akan dunia tulis-menulis kian luntur terseret
gadget.
Santri di Era Millenial
Di
era millenial seperti saat ini, santri dihadapkan dengan arus globalisasi yang
dampaknya sangat dirasakan erat oleh kaum millenial[3].
Mereka adalah subjek utama pelaku dan penikmat zaman digital yang sepaket
dengan arus globalisasi. Teknologi, media sosial, dan internet adalah santapan
sekaligus tantangan bagi mereka. Jika mereka mampu menghalaunya dengan
projek-projek positif, maka mereka mampu lolos dari tantangan itu. Namun
sebaliknya, jika mereka terlena dan terbuai oleh fasilitas zaman, maka moral mereka
akan hancur.
Tantangan
lain yang menghadap kaum millenial adalah darurat literasi. Di era digital ini
para santri dan kaum remaja lainnya menjadi sasaran utama dan penikmat media
sosial. Sebuah lembaga riset bernama Alvara
menyimpulkan bahwa terdapat empat segmen konsumen internet yaitu light
user, medium user, heavy user, dan addicted user. Light user adalah
pengguna internet dengan konsumsi internet kurang dari 1 jam per hari. Medium
user adalah mereka yang mengonsumsi internet secara aktif 1 sampai 2 jam
per hari. Heavy user adalah pengguna internet aktif selama 4 sampai 6
jam per hari. Sedangkan addicted user adalah mereka yang mengonsumsi
internet lebih dari 6 jam per hari. Hasil riset menunjukkan bahwa konsumsi
internet kaum millenial sangat tinggi. Mayoritas millenial masuk kategori
segmen medium user, heavy user, dan addicted user. Generasi
millenial akhir (lahir mendekati tahun 2000) cenderung heavy user dan addicted
user. Jika dikaitkan dengan teori kebutuhan, maka internet merupakan
kebutuhan primer kaum millenial yang tidak terpisahkan dari kehudupan
sehari-hari. Adapun jumlah pengguna internet sebagaimana disimpulkan oleh APJII
(Asosiasi Penyelenggaraan Jaringan Internet Indonesia) pada tahun 2016 mencapai
132,7 juta jiwa dari total penduduk Indonesia yang mencapai 256,2 juta jiwa. [4]
Santri dan Tantangan Global
Berangkat
dari permasalahan yang ada dan dilengkapi dengan fasilitas globalisasi yang tak
mampu dielak, maka penulis mengusung sebuah inovasi berbasis digital bernama
Santri-Mobile yang dirancang sebagai wahana dakwah para santri berbasis
digital dan mengglobal. Tujuan aplikasi ini tiada lain untuk memanfaatkan
fasilitas globalisasi yang seyogyanya harus dimanfaatkan sebaik mungkin.
Santri-Mobile
merupakan aplikasi berbasis digital bernapaskan dakwah yang menyediakan layanan
pengetahuan keislaman. Kerena bersifat global, maka diharapkan dapat menghubungkan
ikatan silaturahim para santri di seluruh nusantara bahkan masyarakat luas pada
umumnya. Melalui beberapa layanan yang disediakan, santri dan masyarakat umum
akan mendapatkan wawasan yang lebih luas dan memudahkan mereka dalam mengkaji
ilmu agama. Berikut tabel fitur-fitur yang disajikan dalam santri mobile
dijelaskan pada tabel 1.
Tabel 1. Layanan yang diberikan pada
aplikasi Santri Mobile.
No
|
Komponen Layanan
|
Aktor yang terlibat
|
1
|
Kumpulan artikel santri
|
Santri seluruh nusantara
|
2
|
Info tentang ruang lingkup
pesantren terkini
|
Kementerian agama (Kemenag)
|
3
|
Kumpulan e-book kitab kuning
|
Ustadz atau pembina pesantren
|
4
|
Jadwal sholat dan arah kiblat otomatis
|
Maps
|
5
|
Video ceramah santri
|
Lembaga dakwah
|
6
|
Ruang sastra
|
Santri seluruh nusantara
|
7
|
Ulama berfatwa
|
MUI
|
8
|
Kotak saran
|
Masyarakat umum
|
Berdasarkan
tabel di atas, aplikasi Santri-Mobile ini berintegrasi dengan lembaga
berwenang seperti Kementerian Agama, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan lembaga
dakwah. Hal ini ditujukan untuk mewujudkan tujuan utama aplikasi ini, yaitu
dakwah tidak menyeleweng dari ajaran Islam dan senantiasa terkontrol oleh pihak
berwajib. Selain itu ada pihak lain yang turut berkontribusi seperti santri di
seluruh nusantara guna memacu mereka untuk terus menulis dan mengirimkan
karyanya supaya dimuat di media aplikasi ini. Dalam proses update karya,
dibutuhkan kerja sama ustadz, pembina pesantren ataupun santri senior yang
diberi kuasa sebagai selektor karya untuk dipublikasikan. Berikut sketsa
integrasi aplikasi Santri Mobile digambarkan pada gambar 1.
Gambar 1. Integrasi sektoral pada aplikasi Santri
Mobile
Adapun
tugas dari lembaga-lembaga terkait dalam upaya merealisasikan program aplikasi
Santri-Mobile disajikan dalam tabel 2.
Tabel 2. Tugas dan wewenang lembaga terkait
No
|
Lembaga
|
Tugas dan Wewenang
|
1
|
Pondok pesantren
|
Pemonitor aplikasi Santri-Mobile sekaligus
pemegang wewenang tertinggi karena sebagai inisiator program.
|
2
|
Kemenag
|
Pengawas dalam kinerja aplikasi
|
3
|
MUI
|
Pemerhati dan pengesah apa yang dipublish
dalam aplikasi tersebut.
Sebagai narasumber dalam fitur santri
berfatwa.
|
4
|
Lembaga dakwah
|
Penggiat aplikasi dan pengenalannya kepada
masyarakat luas.
|
Secara
teknis, aplikasi Santri-Mobile berbasis online. Berikut teknis
penggunaan aplikasi Santri-Mobile : (1) Pengguna dapat mengunduh
aplikasi Santri-Mobile di play store. (2) Pengguna melakukan
registrasi untuk mendapatkan akun pengguna aplikasi Santri-Mobile. (3)
Pengguna dapat mengaplikasikan beberapa layanan yang terdapat pada aplikasi
Santri-Mobile. Secara keseluruhan manfaat pada masing-masing menu aplikasi
ini dijabarkan pada tabel 3.
Tabel 3. Manfaat pada masing-masing menu
aplikasi Santri-Mobile
Menu
|
Sub Menu
|
Manfaat
|
Bilik Sastra
|
·
Cerpen
·
Puisi
·
Esai
|
Memacu para santri untuk terus berkarya.
|
Artikel Islami
|
Memberi wawasan keislaman terhadap
masyarakat luas.
|
|
Info kepesantrenan
|
·
Sejarah pesantren
·
Data statistik
·
Info PSB
|
Memberi informasi kepada masyarakat luas
tentang pondok pesantren yang ada di Indonesia.
|
Ulama berfatwa
|
·
Fiqih
·
Aqidah
·
Muamalah
·
dll
|
Memudahkan masyarakat dalam mengambil
keputusan dan menambah wawasan bagi cendekiawan.
|
E-book kitab kuning
|
Memberi kemudahan santri untuk belajar di manapun dan kapanpun.
|
|
Jadwal sholat dan arah kiblat
|
Memudahkan umat Muslim dalam beribadah
sholat 5 waktu.
|
|
Video ceramah
|
Menjadi sarana para santri untuk belajar
berpidato.
|
|
Kotak saran
|
Sarana perbaikan aplikasi dan penambahan
fitur baru.
|
Aplikasi
Santri-Mobile lebih mengedepankan perluasan dakwah yang mengglobal.
Berikut beberapa kelebihan yang dimiliki oleh apliksi Santri-Mobile :
(1) Meningkatkan minat literasi para santri. (2) Meningkatkan laju pertumbuhan
ekonomi. (3) Menjaring masyarakat untuk mempelajari Islam dengan mudah. (4) Mempererat
tali silaturahim antar santri. (5) Meningkatkan kompetensi para santri,
khususnya dunia kepenulisan. Adapun langkah strategis dalam mengimplementasikan
Santri-Mobile ini dipaparkan dalam gambar 2.
Gambar 2. Langkah strategis Implementasi Santri-Mobile
Kehadiran
santri-Mobile diharapkan dapat menggenjot atmosfer literasi di kalangan
para santri. Perlu diakui bahwa di zaman yang serba digital ini, animo santri
dan remaja pada umumnya terhadap literasi kian melemah diserbu media sosial.
Mereka lebih banyak menghabiskan waktu dengan bermedia sosial daripada membaca
buku. Mereka lebih sering fokus menunduk pada sinar layar gadget daripada
buku. Alhasil perlu sebuah terobosan baru supaya kehidupan literasi santri
tidak padam.
Sebuah
kata mutiara menyebutkan bahwa ilmu tanpa amal bagai pohon tak berbuah. Jika
dikaitkan dengan kehidupan santri, maka terdapat sebuah kewajiban bagi santri
untuk menyemai ilmu yang didapatnya kepada masyarakat luas. Tentunya perlu
sebuah wadah untuk memfasilitasinya. Santri-Mobile didesain sebagai
wahana dakwah para santri yang berskala global. Artinya seluruh santri bahkan umat
muslim pada umumnya dapat mengakses aplikasi ini yang tergolong mudah untuk
didapatkannya.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ali,
Hasanuddin. 2017. Millenial Nusantara. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
2.
Ahmad
Muhakkamurrohman 2014 . Pesantren : Santri, Kiai, dan Tradisi. Jurnal
Kebudayaan Islam.
3.
Basyirun
Adhim 2016. Santri dan Penguatan Karakter Bela Negara : Studi Kasus Ponpes
SPMAA.
4.
Murtadho.2010.
Otoritas Pesantren dan Perubahan Sosial. Jakarta : Puslitbang Pendidikan
Agama Islam dan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Keagamaan RI, Gd. Bayt
Al-Qur’an
5. https://harisantri.com/peran-dan-sejarah-perjuangan-kh-hasyim-asyari-dalam-menanamkan- nasionalisme-religius/ diakses pasa hari Ahad, 11 Maret 2018 pukul 22:31
6. http://tekno.lompas.com/read/2016/10/24/15064727/2016.pengguna.internet.di.indonesia.cpai.132.juta diakses pasa
hari Ahad, 11 Maret 2018 pukul 20:31
Comments
Post a Comment