MENANAMKAN PENDIDIKAN PROFETIK PADA MAHASISWA GUNA MEMBENTUK MAHASISWA TELADAN UMMAT (Essay by Fadlan S)
Menanamkan Pendidikan Profetik
Pada Mahasiswa Guna Membentuk Mahasiswa Teladan Ummat
Oleh : Firdan Fadlan Sidik[1]
Mahasiswa masa kini menjadikan forum diskusi sebagai ajang
pamer intelegensi, menjatuhkan yang lain
demi meninggikan gengsi. Hobinya
mengkritisi, tapi tak sanggup
berkontribusi. Berlagak politisi,
tapi masih ciut dihadapan birokrasi Banyak menjadi mahasiswa wifi yang diam dan bungkam dijejal koneksi
Demikianlah penggalan catatan
Najwa Syihab pada 7 Mei 2017 di Tanah Borneo yang patut menjadi cambuk refleksi
dan introsfeksi bagi para mahasiswa. Di antara pujian-pujian akan mahasiswa
yang notabene selalu dielukan oleh masyarakat, mahasiswa juga perlu sebuah
cercaan dan kritikan supaya tidak merasa dirinya sudah berjalan di jalan yang
benar sebagai tokoh penerus bangsa. Mahasiswa sebagai pemuda yang dibanggakan
oleh bangsa harus senantiasa merefleksikan diri dan menginstrospeksi kesalahan
pribadi supaya menghasilkan generasi tahan banting akan kritikan dan tangguh
mengemban tanggung jawab dengan sepenuh
amanah.
Najwa Syihab mengajak para
mahasiswa untuk senantiasa mengevaluasi diri supaya kembali dalam tujuan
fitrahnya sebagai seorang pemuda. Dalam catatannya yang disampaikan di Tanah
Borneo, setidaknya ada lima hal, yaitu : 1) Peringatan supaya tidak menjadikan
diskusi sebagai ajang pamer intelejensi semata, 2) Ajakan untuk selalu
berkontribusi ketika mengkritisi suatu hal, 3) Peringatan untuk tidak menjadi
mahasiswa wifi oriented yang dininabobokan oleh koneksi internet gratis,
4) Himbauan untuk senantiasa berlaku jujur dalam segala hal, termasuk nilai
IPK, dan 5) peringatan untuk senantiasa mengabdi kepada rakyat. Jangan hanya
memperdalam intelektual tanpa mengasah jika kemanusiaan karena rakyat tak butuh
angka, tapi aksi nyata.
Mengemban amanah menjadi seorang
mahsiswa bukanlah amanah main-main. Mahasiswa adalah calon intelektual dan
cendekiawan muda dalam suatu lapisan masyarakat yang sering kali syarat dengan
berbagai predikat.[2]
Mahasiswa memegang hierarki tertinggi dari struktur pendidikan yang ada di
Indonesia. Ia dicetak untuk menjadi sarjana dengan kemampuan akademik dan
non-akademik seperti kemamuan berorganisasi, intelektual, dan profesional dalam
menekuni suatu hal.
Di antara predikat-predikit yang
menempel dalam jiwa seorang manusia adalah : 1) agent of change (agen
perubahan) 2) iron stock (berpendirian tangguh), dan 3) social
control (kontrol sosial). Ketiga peran mahasiswa ini seringkali digaungkan
dalam pergerakan kemahasiswaan. Namun tidak banyak yang mampu memberikan
kontribusi nyata terhadap perubahan lingkungan kampus, ataupun skala yang lebih
luas. Ketiga teori ini hanya hafal di kepala, tidak pandai dalam aksi nyata.
Sebagai agent of change,
mahasiswa harus menjadi teladan bagi masyarakat. Untuk membawa perubahan bagi
masyarakat, mahasisiwa harus mampu menjadi teladan terlebih dahulu. Bagaimana
akan membawa perubahan jika dirinya sendiri selalu terbiasa dengan hal yang
tidak patut dicontoh. Mahasiswa harus menjadi teladan dalam berintelektual dan
berdialektika. Walau punya kapasitas keilmuan yang luas, tidak sepantasnya
melewati batas moral dan norma sosial yang ada. Faktanya sangat mencengangkan.
Di televisi-televisi banyak disiarkan perdebatan sengit para intelektual
politik yang beradu mulut hingga mengubah debat ilmiah menjadi seperti debat
kusir. Data-data yang disampaikan tertutup oleh bualan emosi hingga
rasionalitas dikesampingkan. Pada akhirnya debat itu menjadi tontonan yang
tidak patut menjadi tuntunan.
Untuk menyuarakan aspirasi,
membela rakyat, dan membantah birokrasi yang menyimpang, mahasiswa seringkali berdemo.
Mahasiswa memiliki hak untuk berdemo, namun sebagai agent of change,
mahasiswa harus menjaga sikap dan membatasi diri supaya tidak melanggar norma
berdemokrasi. Tidak sepatutnya jika berdemo dengan mengundang massa yang
banyak, namun merusak fasilitas umum dan mengganggu kenyamanan publik.
Mahasiswa menjadi sorotan banyak pihak dan harus memperlihatkan praktik
menyuarakan aspirasi dengan bijak. Berdemolah dengan baik dan benar sesuai aturan
yang ada, berdemo dengan anggun dan cerdas.
Mahasiswa berperan sebagai iron
stock, yaitu kaum yang harus memiliki idealisme sehingga menjadikannya
tangguh untuk meneruskan estafet kepemimpinan bangsa. Sebagai aset penting
dalam pergerakan dan perubahan, dalam peran ini mahasiswa harus memiliki skill
dari apa yang didapat selama berorganisasi. Budaya diskusi dalam berorganisasi
menjadikan mahasisea kebal akan kritikan dan pandai memberi solusi. Mahasiswa
tidak boleh santai menyikapi permasalahan dengan netral. Mahasiswa harus punya
sikap yang kuat dengan dalil rasional disertai data dan fakta.
Salah satu budaya yang sampai saat
ini masih melekat erat namun sebenarnya kurang baik adalah budaya telat atau
tidak disiplin waktu. Disiplin adalah
rasa ketaatan dan kepatuhan untuk mengerjakan berbagai pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya.[3]
Indonesia darurat budaya disiplin yang mengakibatkan terbengkalainya berbagai
kegiatan dan ketidakoptimalan kinerja yang dihasilkan. Tampaknya hal ini
sepele, namun sangat mempengaruhi prospek kerja.
Mahasiswa juga berperan sebagai social
control. Artinya mahasiswa merupakan penyambung lidah rakyat sekaligus
pengontrol kinerja pemerintah. Mahasiswa berperan untuk meluruskan gejala yang
tidak beres di masyarakat dan mengontrol prilaku pemerintah yang bertentangan
dengan undang-undang yang merugikan rakyat. Salah satu cara dalam menyuarakan
aspirasi ini adalah dengan berdemo. Mahasiswa punya seperangkat wawasan
intelektual yang harus dipraktikkan dengan menjadi pengontrol bangsa dan
membela rakyat di garda terdepan. Karena kalau bukan mahasiswa, siapa lagi?
Sedangkan mahasiswa notabene berasal dari masyarakat yang memiliki kedudukan
tertinggi dalam sistem pendidikan di Indonesia.
Ketiga peran mahasiswa tersebut
memiliki koherensi dengan Tri Dharma perguruan tinggi yang merupakan pilar
perguruan tinggi. “Tri’ dan “Dharma” merupakan bahasa sanskerta yang berarti
tiga kewajiban, yaitu pendidikan, penelitian dan pengembanga, serta pengambdian
kepada masyarakat. Seluruh sivitas akademika yang ada di perguruan tinggi harus
berusaha mencapai tiga tujuan tersebut. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 pasal
1 disebutkan bahwa Tridharma pergutuan Tinggi yang selanjutnya disebut
Tridharma adalah kewajiban Perguruan Tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan
kepada masyarakat.
Menjadi Mahasiswa Profetik
Mahasiswa adalah sebuah komunitas
sosial yang dielu-elukan masyarakat dan keberadaannya selalu dinantikan bangsa.
Tonggak harapan dan cita-cita umat dibebankan pada pundak mahasiswa. Tentunya
ini merupakan amanah besar yang diemban mahasiswa dengan seperangkat peran yang
telah dijelaskan sebelumnya.
Menunaikan amanah umat untuk
menjadi seorang mahasiswa agent of change, iron stock, dan social
control sepatutnya diperjuangkan serta senantiasa digalakkan kaum
mahasiswa. Sosok pemuda ideal yang patut diteladani dan dicontoh para mahasiswa
adalah Nabi Muhammad SAW, sosok pemuda ideal yang dikagumi berbagai kalangan
umat. Ketampanan akhlaq dan kesholihan budi yang dimilikinyya mampu memikat
Khadijah sehingga ia jatuh cinta pada Muhammad. Ketangguhannya dalam menjaga
amanah umat mampu membuat silau para pemimpin di seantero dunia sehingga
menjadikan Muhammad sebagai orang nomor satu di dunia menurut salah satu
penelitian.
Pendidikan profetik adalah
seperangkat teori yang tidak hanya mendeskripsikan dan mentransformasikan
gejala sosial, dan tidak pula hanya mengubah suatu hal demi perubahan. Namun
lebih dari itu. Profetik adalah pendidikan yang selaras dengan kenabian
Muhammad dan di dalamnya terkandung tiga muatan, yaitu humanisme, lebersi, dan
transendensi. Secara normatif- kenseptual, paradigma rofetik versi Kuntowijoto
didasarkan pada Qur’am Surat Ali Imran atay 110 yang artinya : Engkau adalah
umat terbaik yang diturunkan di tengah-tengah manusia untuk menyuruh kepada
yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran dan beriman kepada Allah.
Ketampanan akhlaq Nabi Muhammad
terangkum dalam empat sifatnya yang masyhur dikenal, yaitu Shidiq
(jujur), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan), dan fathonah
(cerdas). Keempat sifat Muhammad tersebut merefleksikan sosok pemuda ideal yang
kedatangannya dinantikan masyarakat. Sebagai pemuda muslim, sepantasnya
berusaha menjalankan sunnah Rasul dengan mengikuti tata cara dan sifat karakter
nabi.
Mahasiswa dituntut untuk menjadi
kaum intelek dan cendekiawan. Tugas kuliah bertumpuk-tumpuk dan urusan
organisasi adalah dua bekal untuk menuju capaian itu yang menuntut mereka untuk
tidak berhenti belajar, tak kenal siang dan malam. Karena tuntutan yang banyak,
mahasiswa ditantang untuk berlaku jujur dalam dunia akademik. Mengerjakan tugas
makalah dengan cara meng-copy paste tanpa mengutip dan melakukan
plagiarisme karya adalah cerminan kriminalisasi akademik. Padahal plagiarisme
dalam dunia kepenulisan merupakan sebuah dosa besar yang tak terampuni.
Organisasi merupakan bagian tak
terpisahkan dari seorang mahasiswa. Selain akademik yang harus dikuasainya
dalam perkuliahan, mahasisiwa juga harus mengasah soft skill dalam
keorganisasian dan kemandirian supaya mampu terjun ke masyarakat. Mahasiswa yang
berorganisasi dengan yang tidak berorganisasi akan terlihat jelas gap atau
batas antara keduanya. Mahasiswa berorganisasi cenderung akan lebih survival
dan adaptif terhadap lingkungan, serta mampu memecahkan persoalan sosial
dengan lancar. Dengan berorganisasi, mahasiswa memiliki wadah untuk mengasah
kemampuan olah rasa. Mereka dibebani ‘tugas negara’ yang bertumpuk dan dituntut
untuk berlaku amanah dalam menunaikan pekerjaannya.
Di antara isi tri dharma adalah
penelitian. Dalam hal ini, mahasiswa harus mampu menyampaikan (tabligh)
keilmuan dan wawasan yang didapatkannya semasa kuliah. Tidaklah berguna ilmu
yang didapatkannya kecuali telah ia salurkan ilmu itu kepada orang lain. Mahasiswa
harus mengayomi masyarakat dengan ilmu-ilmunya. Muhammad dalam menyampaikan
dakwahnya menjadi suri tauladan yang patut dicontoh. Tidak ada wahyu Tuhan atau
pesan syar’i yang beliau sembunyikan ataupub dipolitisasikan walaupun pesan itu
pahit. Yang terpenting adalah menyampaikan kebenaran atas suatu hal, tidak
membumbuinya ataupun meracuninya.
Dalam ranah keilmuan, mahasiswa
harus menguasai berbagai kompetesi akademik supaya mampu merespon berbagai
problematika masyarakat yang ada. Mahasiswa tidak boleh merasa nyaman dengan
bersikap netral dalam menyikapi persoalan. Dalam menyikapi suatu permasalahan,
tentunya tidak diperkenankan untuk asal bunyi, berpendapat tanpa data dan
fakta, serat mengkritisi tanpa memberi solusi. Oleh karena itu mahasiswa perlu
nutrisi akademik yang banyak dan luas supaya tidak stagnan dan jumud. Sebuah
kata bijak berkata : If you do not stand for anything, you will fall for
everything. Jika kamu tidak mengambil sikap terhadap suatu hal, maka kamu
akan terjatuh dalam berbagai hal.
Sosok nabi Muhammad merupakan
tokoh pemimpin agama sekaligus pemimpin negara yang amanah walaupun tugas yang
beliau emban sangatlah rumit dan kompleks. Namun dengan sifat fathonah
yang melekat dalam diri Muhammad, beliau mampu melerai berbagai problematika
umat dan berhasil menyatukan jazirah Arab yang plural.
Mahasiswa Profetik, Mahasiswa
Teladan Umat
Pondasi empat sifat Nabi Muhammad
merupakan pondasi hebat untuk membentuk jiwa mahasiswa yang patut menjadi
teladan ummat. Berbagai problematika mahasiswa yang menjangkit di era milenial
ini akan mudah dilerai jika mahasiswa memeperhatikan nilai-nilai nabawi.
Teladan Muhammad selamanya patut menjadi inspirasi sepanjang masa.
Terimakasih, referensi yang bagus
ReplyDelete