Strategi Pemuda dalam Memberantas Hoaks di Era Milenial Inspirasi Al-Qur’an Surat Al-Kahfi Ayat 9-26


doc. google


Oleh : Firdan Fadlan Sidik
IAIN Salatiga
A.    Pendahuluan
Pemuda merupakan salah satu tema dalam Al-Qur’an yang menjadi teladan para pemuda Era Milenial. Di tengah dekandensi moral, kisah para pemuda yang diabadikan di dalam Al-Qur’an menjadi sebuah inspirasi dalam kehidupan sehari-hari. Istilah pemuda atau generasi muda dalam Al-Qur’an disebut dengan menggunakan berbagai kosa kata, di antaranya; kata 1) Fata, seorang pemuda Ibrahim pada Al-Anbiya/21: 60; 2) Al-fatayan pada pemuda yang dipenjara bersama Nabi Yusuf, pada surat Yusuf/12: 36; 3) Fityan pada surat Yusuf/12: 62; 4) Fityah para pemuda yang menjadi penghuni gua, pada ­al-Kahf/18: 10 dan 13 (Kemenag RI, 2011:69).
Pemuda merupakan elemen yang mengukir prestasi di setian pembabakan sejarahnya, baik masa lalu maupun era kontemporer. Pada realitanya, “agen perubahan” diidentikkan dengan gerakan para pemuda, sesuai dengan apa yang dikisahkan dalam Al-Qur’an sebagai sosok pemberani, semangat tinggi, pantang mundur, berpikir kritis dan bermoral. Dengan demikian, pemuda menjadi penentu sejarah perjalanan suatu bangsa.
doc. google
Kecerdasan emosional menjadi salah satu indikator pemuda yang hebat. Pemuda yang diabadikan dalam Al-Qur’an adalah pemuda yang memiliki keserdasan emosi yang baik dengan indikator sebagai berikut, yaitu: 1) Kemampuan mengelola emosi diri, 2) Kemampuan memotivasi diri, 3) Kemampuan mengenali emosi orang lain (empati), dan 4) Kemampuan membina hubungan social. Reuven Bar-On mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai mata rantai keahlian, kompetensi dan kemampaun non-kognitif yang mempengaruhi keberhasilan seseorang.
Al-Qur’an telah menyinggung berbagai kisah pemuda yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, di antaranya adalah kisah sekelompok pemuda yang beriman kepada Allah di tengah penindasan agama sehingga mereka melarikan diri untuk mempertahankan imannya. Kisah ini dikenal dengan Ashabul Kahfi. Penindasan yang dilakukan oleh penguasa zaman pemuda-pemuda itu diperkirakan terjadi pada masa Tarajan (98-117 M), dan penguasa yang memerintah pada saat pemuda-pemuda itu bangun dari tidurnya adalah Theodosius (408-450 M) (M. Quraish Shihab, 2005: 19). Penguasa yang lalim dan bertangan besi ini menjadi raksasa besar yang dihadapi para pemuda di tengah minoritas pemuda yang teguh memegang iman. Keimanan menjadi hal yang diperjuangkan sehingga menjadi spirit untuk mengasingkan dirinya. Sementara para pemuda merupakan subjek atau pelaku dari jihad membela agama Allah. Tiga variabel inilah yang akan dikontekstualisasikan ke dalam era milenial untuk dapatditarik hikmah serta teladan yang relevan.
Di era milenial, arus kemajuan teknologi komunikasi dan informasi menjadi raksasa besar yang dihadapi para pemuda. Era pasca-kebenaran (post-truth) yang digaungkan para akademisi mendefinisikan bahwa internet dan media sosial menjadi medan generasi milenial untuk bersuara dan berfatwa akan segala hal yang terjadi. Kebenaran dan kebatilan menjadi kabur karena akademisi dan non-akademisi berbaur dalam satu ranah media sosial. Semua kalangan masyakarat berhak memberikan fatwa dan justifikasi terhadap berbagai informasi. Berita benar dan bohong (hoax) menjadi tersamarkan. Jika para pemuda tidak menguasai dan memonitori arus informasi yang berskala global ini, maka akan tersesat dalam informasi yang salah. Konsep pemuda Ashabul Kahfi dalam memperjuangkan keimanannya menjadi referensi teladan pemuda masa sekarang dalam menghadapi raksasa besar pada zamannya.
doc. google
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode tafsir tematik (al-dirasah al-mawdlu’iyyah) surat, yaitu model kajian tematik dengan meneliti surat-surat tertentu. Metode penelitian ini termasuk metode yang menjadi trend dalam perkembangan tafsir era modern-kontemporer karena berangkat dari asumsi bahwa terdapat beberapa tema atau topik dalam Al-Qur’an, baik persoalan teologi, gender, fikih, etika, social, pendidikan, politik, dan lain sebagainya. Langkah yang ditempuh dalam metode ini adalah mengumpulkan dan memahami ayat-ayat yang terkait dengan tema tersebut, kemudian dikonstruksi secara logis menjadi sebuah konsep yang holistik, utuh dan sistematis dalam perspektif Al-Qur’an. Dalam riset tematik, ada asumsi dasar bahwa Al-Qur’an itu ayat-ayatnya ibarat untaian kalung emas, yang satu rantai dengan rantai berikutnya terkait terkelindan. (Abdul Mustaqim, 2015: 58)


B.     Pembahasan
Era milenial merupakan fase pembabakan usia manusia yang dibagi berdasarkan lingkungan yang mempengaruhinya sehingga berdampak pada karakter setiap generasinya. Era milenial atau dikenal juga dengan generasi Y ditandai dengan perkembangan teknologi informasi yang menggglobal. Generasi milenial termasuk sebagai pengguna aktif media sosial untuk alat berkomunikasi. Adapun generasi setelahnya, yaitu generasi Z (yang lahir setelah tahun 2000) merupakan generasi yang lahir dalam keadaan melek digital (digital native). Perkembangan zaman membentuk karakter generasi sesuai dengan lingkungannya. Semakin terbukanya pintu informasi, maka semakin terbuka lebar kesempatan bagi para pemuda untuk berkomunikasi dan bersosial dalam skala global. Tindak kriminal pun lahir sesuai dengan corak zamannya. Fenomena hoax menjadi trend yang marak terjadi di era milenial. Maka penulis menjadikan arus informasi sebagai raksasa besar di era milenial, pemuda milenial sebagai subjek atau pelaku, sementara kebenaran informasi menjadi variabel yang diperjuangkan para pemuda milenial.
doc. google
Kisah yang diabadikan oleh Al-Qur’an merupakan sumber inspirasi kehidupan manusia. Segala penciptaan Allah di muka bumi, baik berupa penciptaan langit dan bumi, serta fenomena keajaiban lainnya yang memukau manusia merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir. Begitupun kisah pemuda Ashabul Kahfi dengan segaka hal yang menakjubkannya. (Al-Kahfi [18] : 9)
Pemuda penghuni gua (Ashabul Kahfi) adalah sekelompok pemuda yang melarikan diri ke sebuah gua untuk mencari tempat berlindung guna menyelamatkan kepercayaan Tauhid yang mereka anut dari kelaliman rezim Diqyanus. Mereka berdo’a di dalam gua: “Tuhan kami! Anugerahilah di sisi-Mu rahmat yang banyak dan siapkanlah bagi kami petunjuk untuk urusan kami.” (Al-Kahfi [18] : 10)  Allah menyambut do’a itu dengan menutup telinga mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar apa pun dan dapat tertidur lelap hingga tak sadarkan diri menetap di dalam gua selama beberapa tahun. (Al-Kahfi [18]: 11) Mereka tinggal di dalam gua dalam keadaan tertidur selama tiga ratus tahun menurut perhitungan tahun Syamsiah yang digunakan kaum Yahudi dan Nasrani dan ditambah sembilan tahun jika dihitung menurut perhitungan tahun Qamariah yang digunakan oleh penduduk negeri Mekah saat itu. (Al-Kahfi [18] : 25) (LPMQ, 2011: 807) Sementara Allah adalah yang lebih  Mengetahui kepastian berapa lama mereka menetap di dalam gua. (Al-Kahfi [18]: 26) Kemudian setelah tiba waktu yang dtetapkan, Allah membangunkan mereka dari tidur lelapnya untuk memancing manusia untuk berpikir kritis dalam mencari pengetahuan mengenai berapa lama mereka tinggal di dalam gua. (Al-Kahfi [18] : 12) Ayat ini merupakan salah satu dari berbagai ayat yang mengajak manusia untuk menggunakan akalnya untuk berpikir dan merenungi fenomena alam.  
Menurut Thahir Ibn Asyur, peristiwa yang di alami ­Ashabul Kahfi adalah ayat sindiran. Menidurkan adalah memelihara hidup diri seseorang, sedang mematikan manusia yang hidup berarti tidak ada lagi yang tersisa dari kehidupannya walaupun manusia itu banyak dan tersebar di mana-mana. (M Quraish Shihab, 2015: 15) kematian mahluk hidup dan kehancuran seluruh akam raya merupakah fenomena yang lebih menakjubkan dari peristiwa Ashabul Kahfi. Namun karena terlalu banyak fenomena menakjubkan yang disaksikan oleh manusia, maka ketakjuban peristiwa Ashabul Kahfi tersamarkan.
doc. google
C.    Tantangan Pemuda Ashabul Kahfi
Di dalam Al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 6 disebutkan bahwa pemuda Ashabul Kahfi merupakan golongan sekelompok pemuda minoritas di zamannya.
نحن نقص عليك نبأهم بالحق إنهم فتية أمنوا بربهم وزدناهم هدى (13)
Kata (فتية) fityah adalah bentuk jamak dari kata tunggal (فتى) yaitu remaja yang menunukkan sedikit. Kata ini bukan saja mengisyaratkan kelemahan mereka dari segi fisik dan jumlah yang sedikit, tetapi juga pada usia yang belum berpengalaman. (M Quraish Shihab, 2005: 20-21) Jumlah pemuda yang disebutkan dalam surat Al-Kahfi tertera berbagai pendapat, di antaranya ada yang mengatakan tiga orang, yang keempat adalah anjingnya, lima orang, yang keenam adalah anjingnya, tujuh orang, yang kedelapan anjingnya. (LPMQ, 2011: 806).  Terlepas dari jumlah yang lebih diketahui oleh Allah, semua jumlah menunjukkan angka minoritas pada zamannya yang menimbulkan keadaan terintimidasi dan terancam. Adapun Al-Khazin mendefinisikan fityah sebagai sekelompok manusia berusia belia (pemuda) yang memiliki iman dan nurani, kesabaran dan keteguhan hati, yang menyingkir ke suatu gua untuk mempertahankan akidahnya dari rongrongan pemaksaan raja Diqyanus yang berkuasa saat itu agar menyembah berhala seperti masyarkat pada umumnya.
Tantangan pemuda Ashabul Kahfi adalah kezaliman rezim Diqyanus yang mendiskreditkan pemuda beragama Tauhid untuk menjaga keyakinannya. Raja Diqyanus terkenal sangat kejam, tak segan-segan membunuh orang-orang yang taat pada agama Al-Masih dengan hanya dua pilihan bagi masyarakat: hidup dengan menyembah berhala sebagaimana agama yang dianutnya atau mati diujung pedang. (LPMQ, 2011: 422) Pemuda Ashabul Kahfi dengan segala keterbatasan fisik dan emosional berlari mengasingkan diri dengan keberanian menanggung risiko yang akan dihadapi. Mereka senantiasa “berontak” terhadap ketimpangan, kebatilan dan ketidakadilan. (Ali Zawawi, 1999: 74) Moral dari peristiwa Ashabul Kahfi dengan kentara membuktikan bahwa di setiap zaman selalu ada kalangan anak muda yang bersikap kritis-cerdas dan berani mengambil risiko dengan memperjuangkan kemaslahatan umat. Jika saja pemuda Ashabul Kahfi berani secara terang-terangan menantang rezim Diqyanus, besar kemungkinan mereka akan mati terbunuh dan tidak ada lagi pemuda yang menggemakan lafadz takbir dan mengesakan Allah.
doc. google
Pemuda dengan keteguhan mempertahankan keimanan adalah pemuda Qur’ani. Dalam redaksi ayat di surat yang lain terdapat kisah Lukman yang berwasiat kepada anaknya untuk tidak menyekutukan Allah.
وإذ قال لقمان لإبنه وهو يعظه يبني لا تشرك با الله إن الشرك لظلم عظيم (13)
“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia member pelajaran kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Lukman [31] : 13)
Lukman berpesan kepada anak-anaknya dalam bentuk perintah untuk tidak menyekutukan Allah. Bentuk kata kerja perintah ini menunjukkan ketegasan perlunya meninggakan sesuatu yang buruk sebelum melaksanakan yang baik, (at-takhliyyah muqaddamun ‘alat-tahliyyah), menyingkirkan yang buruk itu lebih utama daripada mengisi dengan yang baik. (LPMQ, 2011: 82) Dengan demikian, strategi pemuda Ashabul Kahfi untuk meninggalkan wilayah pemerintahan Diqyanus dalam beberapa periode waktu merupakan pilihan yang tepat sesuai dengan situasi dan kondisi saat itu.
Pemuda Ashabul Kahfi dibangunkan dari tidurnya oleh Allah ketika masa pemerintahan Theodosius berkuasa. Para pakar sejarah, baik Muslim maupun Kristen sepakat bahwa Theodosius adalah raja yang bijaksana. Pemuda Ashabul Kahfi dengan kekuatan do’a dan pertolongan dari Allah sukses menghindari ancaman raja otoriter kejam yang mengincarnya sehingga keimanannya terjaga dan mampu melihat ketakjuban peristiwa yang Allah berikan setelah dibangunkan oleh Allah.
doc. google
D.    Pemuda Milenial dan Raksasa Internet
Era revolusi industri sudah mengalami berbagai peningkatan. Era revolusi industri 4.0 ditandai dengan arus informasi (cloud compound) yang semakin memudahkan manusia dalam berkomunikasi. Semua ranah kehidupan sudah dimasuki pengaruh internet. Intensitas hubungan antara berbagai belahan dunia dapat terjadi dalam tempo yang singkat. Setiap orang memiliki jaringan yang terkoneksi dengan internet melalui media sosial. Kemajuan yang pesat di bidang teknologi komunikasi dan informasi telah menciptakan terjadinya arus globalisasi yang mengakibatkan dunia terasa semakin kecil dan sempit. (Faisal Ismail: 2017, 205)
Media sosial adalah medan atau ranah komunikasi di era milenial. Bahkan kehidupan dunia maya ini tingkat kesibukannya melebihi tingkat komunikasi di dunia nyata. Aktivitas maya memiliki arus yang tinggi dan berpengaruh terhadap dunia nyata dengan skala global. Ketergantungan manusia pun semakin tidak terbantahkan. Tindak kriminal bermanifestasi sesuai zamannya. Bahkan tindak kriminal melalui dunia maya lebih parah daripada tindak kriminal di dunia nyata.
Tindak pembunuhan adalah sebuah tindak kriminal yang terjadi antara beberapa orang dengan berbagai motif di dunia nyata. Namun dengan dunia maya, tindakan itu bisa merajalela dan mempengaruhi banyak orang melalui tindak provokasi dan hate speech atau hoaks yang disebarkan hanya dengan satu klik saja. Tindak kebencian mudah digencarkan sehingga terprovokasi satu sama lain dan diadu domba oleh saudara sendiri. Raksasa internet menjadi medan perang setiap kepala. Berpikir kritis dan berwawasan luas menjadi suatu hal yang wajib dikuasai pada millennials agar tidak terjerat ke dalam arus informasi yang tidak sesuai fakta.
Al-Qur’an telah menyinggung fenomena tindakan hoaks yang terjadi dalam kisah Nabi Yusuf ketika saudara-saudaranya membohongi ayahnya, Nabi Yakub.
قالو يا أباناما لك لا تأمنّا على يوسف وإنا له لناصحون (11) أرسله معنا غدا يرتع ويلعب وإنا له لحافظون (12)
Mereka berkata, Wahai ayah kami, mengapa engkau tidak memercayai kami terhadap Yusuf padahal sesungguhnya kami semua menginginkan kebaikan baginya. Biarkanlah dia pergi bersama kami besok pagi agar dia bisa bersenang-senang dan bermain-main dan kami pasti menjaganya.” (QS. Yususf [12] : 11-12)
Metode klarifikasi merupakan metode yang digunakan oleh Al-Qur’an ketika menerima sebuah informasi. Lebih lagi di era milenial, banyak arus informasi yang bersumber dari orang yang tidak dikenal dan memiliki informasi dengan tingkat kredibilitas yang rendah. Al-Qur’an telah menyinggung cara untuk mengklarifikasi sebuah informasi yaitu dengan ber-tabayyun, (Al-Hujurat: 6) yaitu mencari kebenaran dan kejelasan informasi. Generasi milenial harus mundur diri dari informasi yang diterima dan mencari data dan fakta pendukung lainnya supaya tidak terjerat dalam arus informasi hoaks. Semua media massa dalam pemberitaannya terkadang memuat hal-hal yang dapat merusak dan menghancurkan moral generasi muda yang pada akhirnya dapat menghancurkan bangsa. (LPMQ, 2011: 332) Demikian halnya dengan membagikan informasi, pemuda milenial harus pandai membagikan informasi sesuai dengan konteks yang sedang berlangsung supaya tidak terjadi kesalahpahaman informasi yang beredar.
doc. google

Di era pasca-kebenaran (post-truth) ini, setiap individu milenial memiliki kewenangan dalam menyebarkan berita. Dengan demikian, kualitas informasi yang beredar memiliki kemungkinan untuk benar dan juga memiliki kemungkinan untuk salah, tergantung individu milenial yang membagikan atau meneruskan informasi yang didapatnya. Jika ditelisik dari peristiwa Ashabul Kahfi, maka mengurungkan diri dari hiruk pikuk ketidakpastian kebenaran informasi dari dunia maya, mengasingkan diri dalam pencarian informasi dan keilmuan serta tidak terburu-buru untuk sharing informasi adalah sebuah solusi. Setelah mendapatkan informasi yang jelas dan benar, saatnyalah setiap individu milenial untuk membagikan dan membingkai informasi kepada khalayak umum. Kesalahan informasi yang dibagiakan dapat mempengaruhi banyak orang. Begitupun sebaliknya, kebenaran informasi yang dibagikan akan bermanfaat untuk berbagai kalangan masyarakat.
Dalam konteks tokoh milenial, Sherly Annavita, seorang milenial yang dijuluki millenial influencer menjadi tokoh genegrasi milenial yang berhasil mempengarungi raksasa milenial dengan keaktifannya dalam mengkritisi permasalahan social di media. Wawasan keilmuan yang dicari oleh wanita berdarah Aceh ini menjadi tameng untuk membendung arus informasi hoaks dan membalasnya dengan menyebarkan data dan fakta disertai argument akademisnya. Kecerdasan analitisnya mempenpengaruhi pemuda milenial lainnya untuk menentukan sikap.
doc. google
E.     Pemuda dan Pergerakan
            Stagnansi atau bahkan sikap apatis pemuda milenial terhadap dunia informasi di dunia maya adalah sebuah tindakan yang tidak mencerminkan pemuda yang dijelaskan dalam kisah Ashabul Kahfi. Perintah untuk menyebarkan kebaikan dan mencegah kemungkaran (amar ma’ruf nahi munkar) harus dijalankan sebagaimana perintah Al-Qur’an.
كنتم خير أمة أخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكر وتؤ منون بالله ولو أمن أهل الكتاب لكان خير لهم منهم المؤمنون وأكثرهم الفاسقون (110)
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh berbuat makruf, dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyak mereka adalah orang-orang fasik.” (QS. Ali Imran [3]: 110)
Kata ummah dalam ayat tersebut memiliki makna yang dalam. M Quraish Shihab menjelaskan bahwa kata ummah memiliki makna gerak dinamis, arah, waktu, jalan yang jelas serta gaya dan cara hidup. (Muhammad Haris, 2018: 106) Dalam menyikapi arus informasi di internet, maka pemuda yang sesuai dengan teks ayat tersebut adalah pemuda yang progresif dan kritis dalam menanggapi informasi. Setelah mengkaji informasi, maka ia berani menyebarkan berita bahkan memengaruhi banyak orang. Spirit mencari kebenaran berita merupakan spirit Islami. Di dalam potongan hadis Nabi disebutkan bahwa kejujuran akan mengarah kepada kebaikan dan menuju surga. Sebaliknya kebohongan akan mengantarkan ke arah neraka.
Ayat ini mengisyaraktakan kepada para pemuda untuk melanjutkan estafet memperjuangkan kebaikan dari generasi ke generasi dan pentingnya kaderisasi. Di sinilah peran pemuda yang harus diemban, yaitu kepeloporan dan kepemimpinan dalam menggerakkan sumber potensi dan sumber daya umat. Dalam kepeloporan terdapat unsur keberanian mengambil risiko. Kesanggupan untuk memikul risiko ini penting dalam setiap perjuangan. (LPMQ, 2011: 216) Dengan demikian, diperlukan ketanggguhan fisik dan mental. Ketangguhan ini memadukan antara kecerdasan emosional (emotional quotient), kecerdasan intelektual (intellectual quotient), dan kecerdasan spiritual (spiritual quotient). Kisah pemuda Ashabul Kahfi adalah sebuah teladan dalam hal ini. Mereka berani mengambil risiko demi mempertahankan kebenaran agama. Jika mereka tidak memiliki kecerdasan intelektual, maka mereka tidak mampu menyusun strategi untuk mengasingkan diri. Keberanian mengasingkan diri di usia belia ini membuktikan kecerdasan emosi yang matang. Sementara spirit di balik mengasingkan diri ke sebuah gua didasari oleh kecerdasan spiritual untuk mempertahankan agama. 
Dalam konteks era kontemporer, pemuda milenial harus memiliki kombinasi antara tiga kecerdasan (EQ, IQ, dan SQ) yang dimiliki oleh pemuda Ashabul Kahfi yang akan menjadi bekal untuk melawan raksasa internet di dunia maya. Terperangkap dalam arus birokrasi pemerintah yang otoriter ataupun menyebarnya arus informasi yang salah adalah risiko terbesar yang dialami jika pemuda milenial bersikap statis dan apatis menyikapi informasi. Dampak yang dihasilkan akan menyebar luas jika ketergantungan pada internet dan media sosial tidak diimbangi dengan kemampuan berpikir kritis dalam menanggapi arus informasi. Ketersesatan dan kebutaan arah cara pandang akan terjadi jika spirit pemuda Ashabul Kahfi tidak diaplikasikan. Sebaliknya, kemantapan hati dan pertolongan Allah akan menghiasi pemuda milenial yang melek akan literasi informasi. Sebagai dampak dari keteguhan iman, maka pemuda milenial memiliki pandangan futuristik yang merupakan salah satu indikator ketaqwaan, yaitu senantiasa mewujudkan masa depan yang lebih baik. (Nashruddin Baidan: 2015, 115)
Menjadi pemuda milenial yang berani menyebarkan informasi yang benar setelah melakukan peninjauan ilmiah dan klarifikasi adalah sebuah keniscayaan bagi seorang muslim. Selain tanggung jawab individu, pemuda milenial muslim juga memiliki tanggung jawab sosial kemasyarakatan. Yusuf Al-Qardawi menyatakan bahwa setiap individu muslim di samping memiliki tanggung jawab individual atas dirinya (al-mas’uliyyah al-fardiyyah), juga memiliki tanggung jawab social atas masyarakat dan lingkungan (al-mas’uliyyah al-ijtima’iyyah). (LPMQ:2011, 31) Dalam hal ini adalah menyebarkan arus informasi yang baik untuk menjawab keresahan masyarakat dalam mengkonsumsi informasi yang diragukan kebenarannya.


Kontekstualisasi teladan pemuda Ashabul Kahfi di era milenial
Ayat Ashabul Kahfi
Narasi Kontekstual
فتية
Millenial Influencer (menjadi pemuda milenial yang membawa pengaruh social)
ربنا ءاتنا من لدنك رحمة وهيّء لنا من أمرنا رشدا
Spiritual Quotient (kekuatan spiritual)
ثم بعثنهم لنعلم أيّ الحزبين أحصى بما لبثو ا أمدا
Researh dan pencarian fakta
وربطنا على قلوبهم
Kemantapan hati dan optimis menghadapi permasalahan
ينشر لكم ربّكم من رحمته ويهيّء لكم من أمركم مرفقا
Akan datang pertolongan Allah untuk orang yang meneguhkan iman dalam segala kondisi

F.     Kesimpulan
Kisah Ashabul kahfi memberikan pelajaran bagi para pemuda untuk senantiasa memperjuangan keimanan. Di era milenial, kebenaran dan keabsahan informasi berita harus diperjuangkan di tengah maraknya hoaks yang beredar. Berikut adalah kontekstualisasi perjuangan pemuda Ashabul Kahfi di era milenial.
1.      Menjadi Millenial Influencer
2.      Meneguhkan keimanan (Spiritual Quotient)
3.      Mengadakan penelitian ilmiah dan klarifikasi informasi
4.      Memantapkan hati dan optimis menghadapi persoalan
5.      Meneguhkan iman dalam segala kondisi



DAFTAR PUSTAKA
Baidan, Nashruddin. Konsepsi Taqwa Perspektif Al-Qur’an. (Yogyakarta: Pustaka            Pelajar, 2015)
Hanafi, Muchlis. ed.  Pembangunan Generasi Muda (Tafsir AlQur’an Tematik).    (Lajnah            Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Kemenag RI, 2011)
Hanafi, Muchlis. ed. Tanggung Jawab Sosial (Tafsir AlQur’an Tematik). (Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Kemenag RI, 2011)
Haris, Muhamad. Menuju Islam Moderat. (Yogyakarta: Spasi Book, 2018)
Ismail, Faisal. Islam yang Produktif Titik Temu Keumatan dan Kebangsaan.          (Yogyakarta: Diva Press, 2017)
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an. Tafsir Ringkas Al-Qur’an Al-Karim. (Lajnah        Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Kemenag RI, 2015)
Mustaqim, Abdul. Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir. (Yogyakarta: Idea Press         Yogyakarta, 2015)
Shihab, Quraish. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an.        (Jakarta: Lentera Hati, 2005)
Zawawi, Ali. Ma’shum, Saifullah. Penjelasan Al-Qur’an tentang Krisis Sosial      Ekonomi dan Politik. (Jakarta: Gema Insani Press, 1999)


Comments

Popular posts from this blog

Political Economy of Palestine: Critical, Interdisciplinary, and Decolonial Perspective

MENANAMKAN PENDIDIKAN PROFETIK PADA MAHASISWA GUNA MEMBENTUK MAHASISWA TELADAN UMMAT (Essay by Fadlan S)