Strategi Pemuda dalam Memberantas Hoaks di Era Milenial Inspirasi Al-Qur’an Surat Al-Kahfi Ayat 9-26
doc. google
Oleh : Firdan Fadlan Sidik
IAIN Salatiga
A.
Pendahuluan
Pemuda merupakan salah satu tema dalam
Al-Qur’an yang menjadi teladan para pemuda Era Milenial. Di tengah dekandensi
moral, kisah para pemuda yang diabadikan di dalam Al-Qur’an menjadi sebuah
inspirasi dalam kehidupan sehari-hari. Istilah pemuda atau generasi muda dalam
Al-Qur’an disebut dengan menggunakan berbagai kosa kata, di antaranya; kata 1) Fata,
seorang pemuda Ibrahim pada Al-Anbiya/21: 60; 2) Al-fatayan pada pemuda
yang dipenjara bersama Nabi Yusuf, pada surat Yusuf/12: 36; 3) Fityan pada
surat Yusuf/12: 62; 4) Fityah para pemuda yang menjadi penghuni gua,
pada al-Kahf/18: 10 dan 13 (Kemenag RI, 2011:69).
Pemuda merupakan elemen yang
mengukir prestasi di setian pembabakan sejarahnya, baik masa lalu maupun era
kontemporer. Pada realitanya, “agen perubahan” diidentikkan dengan gerakan para
pemuda, sesuai dengan apa yang dikisahkan dalam Al-Qur’an sebagai sosok
pemberani, semangat tinggi, pantang mundur, berpikir kritis dan bermoral.
Dengan demikian, pemuda menjadi penentu sejarah perjalanan suatu bangsa.
doc. google
Kecerdasan emosional menjadi salah
satu indikator pemuda yang hebat. Pemuda yang diabadikan dalam Al-Qur’an adalah
pemuda yang memiliki keserdasan emosi yang baik dengan indikator sebagai
berikut, yaitu: 1) Kemampuan mengelola emosi diri, 2) Kemampuan memotivasi diri,
3) Kemampuan mengenali emosi orang lain (empati), dan 4) Kemampuan membina
hubungan social. Reuven Bar-On mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai mata
rantai keahlian, kompetensi dan kemampaun non-kognitif yang mempengaruhi
keberhasilan seseorang.
Al-Qur’an telah menyinggung berbagai
kisah pemuda yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, di antaranya
adalah kisah sekelompok pemuda yang beriman kepada Allah di tengah penindasan
agama sehingga mereka melarikan diri untuk mempertahankan imannya. Kisah ini
dikenal dengan Ashabul Kahfi. Penindasan yang dilakukan oleh penguasa
zaman pemuda-pemuda itu diperkirakan terjadi pada masa Tarajan (98-117 M), dan
penguasa yang memerintah pada saat pemuda-pemuda itu bangun dari tidurnya
adalah Theodosius (408-450 M) (M. Quraish Shihab, 2005: 19). Penguasa yang
lalim dan bertangan besi ini menjadi raksasa besar yang dihadapi para pemuda di
tengah minoritas pemuda yang teguh memegang iman. Keimanan menjadi hal yang
diperjuangkan sehingga menjadi spirit untuk mengasingkan dirinya. Sementara
para pemuda merupakan subjek atau pelaku dari jihad membela agama Allah. Tiga
variabel inilah yang akan dikontekstualisasikan ke dalam era milenial untuk
dapatditarik hikmah serta teladan yang relevan.
Di era milenial, arus kemajuan
teknologi komunikasi dan informasi menjadi raksasa besar yang dihadapi para
pemuda. Era pasca-kebenaran (post-truth) yang digaungkan para akademisi
mendefinisikan bahwa internet dan media sosial menjadi medan generasi milenial
untuk bersuara dan berfatwa akan segala hal yang terjadi. Kebenaran dan
kebatilan menjadi kabur karena akademisi dan non-akademisi berbaur dalam satu
ranah media sosial. Semua kalangan masyakarat berhak memberikan fatwa dan
justifikasi terhadap berbagai informasi. Berita benar dan bohong (hoax)
menjadi tersamarkan. Jika para pemuda tidak menguasai dan memonitori arus
informasi yang berskala global ini, maka akan tersesat dalam informasi yang
salah. Konsep pemuda Ashabul Kahfi dalam memperjuangkan
keimanannya menjadi referensi teladan pemuda masa sekarang dalam menghadapi
raksasa besar pada zamannya.
doc. google
Metode penelitian yang digunakan
oleh penulis adalah metode tafsir tematik (al-dirasah al-mawdlu’iyyah) surat,
yaitu model kajian tematik dengan meneliti surat-surat tertentu. Metode
penelitian ini termasuk metode yang menjadi trend dalam perkembangan tafsir era
modern-kontemporer karena berangkat dari asumsi bahwa terdapat beberapa tema
atau topik dalam Al-Qur’an, baik persoalan teologi, gender, fikih, etika,
social, pendidikan, politik, dan lain sebagainya. Langkah yang ditempuh dalam
metode ini adalah mengumpulkan dan memahami ayat-ayat yang terkait dengan tema
tersebut, kemudian dikonstruksi secara logis menjadi sebuah konsep yang
holistik, utuh dan sistematis dalam perspektif Al-Qur’an. Dalam riset tematik,
ada asumsi dasar bahwa Al-Qur’an itu ayat-ayatnya ibarat untaian kalung emas,
yang satu rantai dengan rantai berikutnya terkait terkelindan. (Abdul Mustaqim,
2015: 58)
B.
Pembahasan
Era milenial merupakan fase
pembabakan usia manusia yang dibagi berdasarkan lingkungan yang mempengaruhinya
sehingga berdampak pada karakter setiap generasinya. Era milenial atau dikenal
juga dengan generasi Y ditandai dengan perkembangan teknologi informasi yang
menggglobal. Generasi milenial termasuk sebagai pengguna aktif media sosial untuk
alat berkomunikasi. Adapun generasi setelahnya, yaitu generasi Z (yang lahir
setelah tahun 2000) merupakan generasi yang lahir dalam keadaan melek digital (digital
native). Perkembangan zaman membentuk karakter generasi sesuai dengan
lingkungannya. Semakin terbukanya pintu informasi, maka semakin terbuka lebar
kesempatan bagi para pemuda untuk berkomunikasi dan bersosial dalam skala
global. Tindak kriminal pun lahir sesuai dengan corak zamannya. Fenomena hoax
menjadi trend yang marak terjadi di era milenial. Maka penulis menjadikan
arus informasi sebagai raksasa besar di era milenial, pemuda milenial sebagai
subjek atau pelaku, sementara kebenaran informasi menjadi variabel yang
diperjuangkan para pemuda milenial.
doc. google
Kisah yang diabadikan oleh Al-Qur’an
merupakan sumber inspirasi kehidupan manusia. Segala penciptaan Allah di muka
bumi, baik berupa penciptaan langit dan bumi, serta fenomena keajaiban lainnya yang
memukau manusia merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir.
Begitupun kisah pemuda Ashabul Kahfi dengan segaka hal yang
menakjubkannya. (Al-Kahfi [18] : 9)
Pemuda penghuni gua (Ashabul
Kahfi) adalah sekelompok pemuda yang melarikan diri ke sebuah gua untuk
mencari tempat berlindung guna menyelamatkan kepercayaan Tauhid yang mereka
anut dari kelaliman rezim Diqyanus. Mereka berdo’a di dalam gua: “Tuhan
kami! Anugerahilah di sisi-Mu rahmat yang banyak dan siapkanlah bagi kami
petunjuk untuk urusan kami.” (Al-Kahfi [18] : 10) Allah menyambut do’a itu dengan menutup
telinga mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar apa pun dan dapat tertidur
lelap hingga tak sadarkan diri menetap di dalam gua selama beberapa tahun.
(Al-Kahfi [18]: 11) Mereka tinggal di dalam gua dalam keadaan tertidur selama
tiga ratus tahun menurut perhitungan tahun Syamsiah yang digunakan kaum Yahudi
dan Nasrani dan ditambah sembilan tahun jika dihitung menurut perhitungan tahun
Qamariah yang digunakan oleh penduduk negeri Mekah saat itu. (Al-Kahfi [18] :
25) (LPMQ, 2011: 807) Sementara Allah adalah yang lebih Mengetahui kepastian berapa lama mereka
menetap di dalam gua. (Al-Kahfi [18]: 26) Kemudian setelah tiba waktu yang
dtetapkan, Allah membangunkan mereka dari tidur lelapnya untuk memancing manusia
untuk berpikir kritis dalam mencari pengetahuan mengenai berapa lama mereka
tinggal di dalam gua. (Al-Kahfi [18] : 12) Ayat ini merupakan salah satu dari
berbagai ayat yang mengajak manusia untuk menggunakan akalnya untuk berpikir
dan merenungi fenomena alam.
Menurut Thahir Ibn Asyur, peristiwa
yang di alami Ashabul Kahfi adalah ayat sindiran. Menidurkan adalah
memelihara hidup diri seseorang, sedang mematikan manusia yang hidup berarti
tidak ada lagi yang tersisa dari kehidupannya walaupun manusia itu banyak dan
tersebar di mana-mana. (M Quraish Shihab, 2015: 15) kematian mahluk hidup dan
kehancuran seluruh akam raya merupakah fenomena yang lebih menakjubkan dari
peristiwa Ashabul Kahfi. Namun karena terlalu banyak fenomena
menakjubkan yang disaksikan oleh manusia, maka ketakjuban peristiwa Ashabul
Kahfi tersamarkan.
doc. google
C.
Tantangan Pemuda Ashabul Kahfi
Di dalam Al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat
6 disebutkan bahwa pemuda Ashabul Kahfi merupakan golongan sekelompok
pemuda minoritas di zamannya.
نحن نقص عليك
نبأهم بالحق إنهم فتية أمنوا بربهم وزدناهم هدى (13)
Kata (فتية) fityah adalah
bentuk jamak dari kata tunggal (فتى) yaitu remaja
yang menunukkan sedikit. Kata ini bukan saja mengisyaratkan kelemahan mereka
dari segi fisik dan jumlah yang sedikit, tetapi juga pada usia yang belum
berpengalaman. (M Quraish Shihab, 2005: 20-21) Jumlah pemuda yang disebutkan
dalam surat Al-Kahfi tertera berbagai pendapat, di antaranya ada yang
mengatakan tiga orang, yang keempat adalah anjingnya, lima orang, yang keenam
adalah anjingnya, tujuh orang, yang kedelapan anjingnya. (LPMQ, 2011:
806). Terlepas dari jumlah yang lebih
diketahui oleh Allah, semua jumlah menunjukkan angka minoritas pada zamannya
yang menimbulkan keadaan terintimidasi dan terancam. Adapun Al-Khazin
mendefinisikan fityah sebagai sekelompok manusia berusia belia (pemuda)
yang memiliki iman dan nurani, kesabaran dan keteguhan hati, yang menyingkir ke
suatu gua untuk mempertahankan akidahnya dari rongrongan pemaksaan raja
Diqyanus yang berkuasa saat itu agar menyembah berhala seperti masyarkat pada
umumnya.
Tantangan pemuda Ashabul Kahfi
adalah kezaliman rezim Diqyanus yang mendiskreditkan pemuda beragama Tauhid
untuk menjaga keyakinannya. Raja Diqyanus terkenal sangat kejam, tak
segan-segan membunuh orang-orang yang taat pada agama Al-Masih dengan hanya dua
pilihan bagi masyarakat: hidup dengan menyembah berhala sebagaimana agama yang
dianutnya atau mati diujung pedang. (LPMQ, 2011: 422) Pemuda Ashabul Kahfi
dengan segala keterbatasan fisik dan emosional berlari mengasingkan diri dengan
keberanian menanggung risiko yang akan dihadapi. Mereka senantiasa “berontak”
terhadap ketimpangan, kebatilan dan ketidakadilan. (Ali Zawawi, 1999: 74) Moral
dari peristiwa Ashabul Kahfi dengan kentara membuktikan bahwa di setiap
zaman selalu ada kalangan anak muda yang bersikap kritis-cerdas dan berani
mengambil risiko dengan memperjuangkan kemaslahatan umat. Jika saja pemuda Ashabul
Kahfi berani secara terang-terangan menantang rezim Diqyanus, besar
kemungkinan mereka akan mati terbunuh dan tidak ada lagi pemuda yang
menggemakan lafadz takbir dan mengesakan Allah.
doc. google
Pemuda dengan keteguhan
mempertahankan keimanan adalah pemuda Qur’ani. Dalam redaksi ayat di surat yang
lain terdapat kisah Lukman yang berwasiat kepada anaknya untuk tidak
menyekutukan Allah.
وإذ قال لقمان
لإبنه وهو يعظه يبني لا تشرك با الله إن الشرك لظلم عظيم (13)
“Dan (ingatlah) ketika
Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia member pelajaran kepadanya, “Wahai
anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Lukman [31] : 13)
Lukman berpesan kepada anak-anaknya
dalam bentuk perintah untuk tidak menyekutukan Allah. Bentuk kata kerja
perintah ini menunjukkan ketegasan perlunya meninggakan sesuatu yang buruk
sebelum melaksanakan yang baik, (at-takhliyyah muqaddamun ‘alat-tahliyyah), menyingkirkan
yang buruk itu lebih utama daripada mengisi dengan yang baik. (LPMQ, 2011: 82)
Dengan demikian, strategi pemuda Ashabul Kahfi untuk meninggalkan
wilayah pemerintahan Diqyanus dalam beberapa periode waktu merupakan pilihan
yang tepat sesuai dengan situasi dan kondisi saat itu.
Pemuda Ashabul Kahfi
dibangunkan dari tidurnya oleh Allah ketika masa pemerintahan Theodosius
berkuasa. Para pakar sejarah, baik Muslim maupun Kristen sepakat bahwa
Theodosius adalah raja yang bijaksana. Pemuda Ashabul Kahfi dengan
kekuatan do’a dan pertolongan dari Allah sukses menghindari ancaman raja
otoriter kejam yang mengincarnya sehingga keimanannya terjaga dan mampu melihat
ketakjuban peristiwa yang Allah berikan setelah dibangunkan oleh Allah.
doc. google
D.
Pemuda Milenial dan Raksasa Internet
Era revolusi industri sudah
mengalami berbagai peningkatan. Era revolusi industri 4.0 ditandai dengan arus
informasi (cloud compound) yang semakin memudahkan manusia dalam berkomunikasi.
Semua ranah kehidupan sudah dimasuki pengaruh internet. Intensitas hubungan
antara berbagai belahan dunia dapat terjadi dalam tempo yang singkat. Setiap
orang memiliki jaringan yang terkoneksi dengan internet melalui media sosial. Kemajuan
yang pesat di bidang teknologi komunikasi dan informasi telah menciptakan
terjadinya arus globalisasi yang mengakibatkan dunia terasa semakin kecil dan
sempit. (Faisal Ismail: 2017, 205)
Media sosial adalah medan atau ranah
komunikasi di era milenial. Bahkan kehidupan dunia maya ini tingkat
kesibukannya melebihi tingkat komunikasi di dunia nyata. Aktivitas maya
memiliki arus yang tinggi dan berpengaruh terhadap dunia nyata dengan skala
global. Ketergantungan manusia pun semakin tidak terbantahkan. Tindak kriminal bermanifestasi
sesuai zamannya. Bahkan tindak kriminal melalui dunia maya lebih parah daripada
tindak kriminal di dunia nyata.
Tindak pembunuhan adalah sebuah
tindak kriminal yang terjadi antara beberapa orang dengan berbagai motif di
dunia nyata. Namun dengan dunia maya, tindakan itu bisa merajalela dan mempengaruhi
banyak orang melalui tindak provokasi dan hate speech atau hoaks yang
disebarkan hanya dengan satu klik saja. Tindak kebencian mudah
digencarkan sehingga terprovokasi satu sama lain dan diadu domba oleh saudara
sendiri. Raksasa internet menjadi medan perang setiap kepala. Berpikir kritis
dan berwawasan luas menjadi suatu hal yang wajib dikuasai pada millennials agar
tidak terjerat ke dalam arus informasi yang tidak sesuai fakta.
Al-Qur’an telah menyinggung fenomena
tindakan hoaks yang terjadi dalam kisah Nabi Yusuf ketika saudara-saudaranya
membohongi ayahnya, Nabi Yakub.
قالو يا أباناما
لك لا تأمنّا على يوسف وإنا له لناصحون (11) أرسله معنا غدا يرتع ويلعب وإنا له
لحافظون (12)
“Mereka berkata, Wahai
ayah kami, mengapa engkau tidak memercayai kami terhadap Yusuf padahal
sesungguhnya kami semua menginginkan kebaikan baginya. Biarkanlah dia pergi
bersama kami besok pagi agar dia bisa bersenang-senang dan bermain-main dan
kami pasti menjaganya.” (QS. Yususf [12] : 11-12)
Metode klarifikasi merupakan metode
yang digunakan oleh Al-Qur’an ketika menerima sebuah informasi. Lebih lagi di
era milenial, banyak arus informasi yang bersumber dari orang yang tidak dikenal
dan memiliki informasi dengan tingkat kredibilitas yang rendah. Al-Qur’an telah
menyinggung cara untuk mengklarifikasi sebuah informasi yaitu dengan ber-tabayyun,
(Al-Hujurat: 6) yaitu mencari kebenaran dan kejelasan informasi. Generasi
milenial harus mundur diri dari informasi yang diterima dan mencari data dan
fakta pendukung lainnya supaya tidak terjerat dalam arus informasi hoaks. Semua
media massa dalam pemberitaannya terkadang memuat hal-hal yang dapat merusak
dan menghancurkan moral generasi muda yang pada akhirnya dapat menghancurkan
bangsa. (LPMQ, 2011: 332) Demikian halnya dengan membagikan informasi, pemuda
milenial harus pandai membagikan informasi sesuai dengan konteks yang sedang
berlangsung supaya tidak terjadi kesalahpahaman informasi yang beredar.
doc. google
Di era pasca-kebenaran (post-truth)
ini, setiap individu milenial memiliki kewenangan dalam menyebarkan berita.
Dengan demikian, kualitas informasi yang beredar memiliki kemungkinan untuk
benar dan juga memiliki kemungkinan untuk salah, tergantung individu milenial
yang membagikan atau meneruskan informasi yang didapatnya. Jika ditelisik dari
peristiwa Ashabul Kahfi, maka mengurungkan diri dari hiruk pikuk
ketidakpastian kebenaran informasi dari dunia maya, mengasingkan diri dalam
pencarian informasi dan keilmuan serta tidak terburu-buru untuk sharing informasi
adalah sebuah solusi. Setelah mendapatkan informasi yang jelas dan benar,
saatnyalah setiap individu milenial untuk membagikan dan membingkai informasi
kepada khalayak umum. Kesalahan informasi yang dibagiakan dapat mempengaruhi banyak
orang. Begitupun sebaliknya, kebenaran informasi yang dibagikan akan bermanfaat
untuk berbagai kalangan masyarakat.
Dalam konteks tokoh milenial, Sherly
Annavita, seorang milenial yang dijuluki millenial influencer menjadi
tokoh genegrasi milenial yang berhasil mempengarungi raksasa milenial dengan
keaktifannya dalam mengkritisi permasalahan social di media. Wawasan keilmuan
yang dicari oleh wanita berdarah Aceh ini menjadi tameng untuk membendung arus
informasi hoaks dan membalasnya dengan menyebarkan data dan fakta disertai
argument akademisnya. Kecerdasan analitisnya mempenpengaruhi pemuda milenial
lainnya untuk menentukan sikap.
doc. google
E.
Pemuda dan Pergerakan
Stagnansi atau
bahkan sikap apatis pemuda milenial terhadap dunia informasi di dunia maya
adalah sebuah tindakan yang tidak mencerminkan pemuda yang dijelaskan dalam
kisah Ashabul Kahfi. Perintah untuk menyebarkan kebaikan dan mencegah
kemungkaran (amar ma’ruf nahi munkar) harus dijalankan sebagaimana perintah
Al-Qur’an.
كنتم خير أمة أخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن
المنكر وتؤ منون بالله ولو أمن أهل الكتاب لكان خير لهم منهم المؤمنون وأكثرهم
الفاسقون (110)
“Kamu adalah umat terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh berbuat makruf, dan mencegah dari yang
mungkar dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman tentulah itu
lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyak mereka
adalah orang-orang fasik.” (QS. Ali Imran
[3]: 110)
Kata ummah dalam ayat
tersebut memiliki makna yang dalam. M Quraish Shihab menjelaskan bahwa kata ummah
memiliki makna gerak dinamis, arah, waktu, jalan yang jelas serta gaya
dan cara hidup. (Muhammad Haris, 2018: 106) Dalam menyikapi arus informasi
di internet, maka pemuda yang sesuai dengan teks ayat tersebut adalah pemuda
yang progresif dan kritis dalam menanggapi informasi. Setelah mengkaji
informasi, maka ia berani menyebarkan berita bahkan memengaruhi banyak orang. Spirit
mencari kebenaran berita merupakan spirit Islami. Di dalam potongan hadis Nabi
disebutkan bahwa kejujuran akan mengarah kepada kebaikan dan menuju surga.
Sebaliknya kebohongan akan mengantarkan ke arah neraka.
Ayat ini mengisyaraktakan kepada
para pemuda untuk melanjutkan estafet memperjuangkan kebaikan dari generasi ke
generasi dan pentingnya kaderisasi. Di sinilah peran pemuda yang harus diemban,
yaitu kepeloporan dan kepemimpinan dalam menggerakkan sumber potensi dan sumber
daya umat. Dalam kepeloporan terdapat unsur keberanian mengambil risiko.
Kesanggupan untuk memikul risiko ini penting dalam setiap perjuangan. (LPMQ,
2011: 216) Dengan demikian, diperlukan ketanggguhan fisik dan mental.
Ketangguhan ini memadukan antara kecerdasan emosional (emotional quotient),
kecerdasan intelektual (intellectual quotient), dan kecerdasan spiritual
(spiritual quotient). Kisah pemuda Ashabul Kahfi adalah sebuah
teladan dalam hal ini. Mereka berani mengambil risiko demi mempertahankan kebenaran
agama. Jika mereka tidak memiliki kecerdasan intelektual, maka mereka tidak mampu
menyusun strategi untuk mengasingkan diri. Keberanian mengasingkan diri di usia
belia ini membuktikan kecerdasan emosi yang matang. Sementara spirit di balik
mengasingkan diri ke sebuah gua didasari oleh kecerdasan spiritual untuk
mempertahankan agama.
Dalam konteks era kontemporer, pemuda
milenial harus memiliki kombinasi antara tiga kecerdasan (EQ, IQ, dan SQ) yang
dimiliki oleh pemuda Ashabul Kahfi yang akan menjadi bekal untuk melawan
raksasa internet di dunia maya. Terperangkap dalam arus birokrasi pemerintah
yang otoriter ataupun menyebarnya arus informasi yang salah adalah risiko
terbesar yang dialami jika pemuda milenial bersikap statis dan apatis menyikapi
informasi. Dampak yang dihasilkan akan menyebar luas jika ketergantungan pada
internet dan media sosial tidak diimbangi dengan kemampuan berpikir kritis
dalam menanggapi arus informasi. Ketersesatan dan kebutaan arah cara pandang
akan terjadi jika spirit pemuda Ashabul Kahfi tidak diaplikasikan.
Sebaliknya, kemantapan hati dan pertolongan Allah akan menghiasi pemuda
milenial yang melek akan literasi informasi. Sebagai dampak dari keteguhan
iman, maka pemuda milenial memiliki pandangan futuristik yang merupakan salah
satu indikator ketaqwaan, yaitu senantiasa mewujudkan masa depan yang lebih
baik. (Nashruddin Baidan: 2015, 115)
Menjadi pemuda milenial yang berani
menyebarkan informasi yang benar setelah melakukan peninjauan ilmiah dan
klarifikasi adalah sebuah keniscayaan bagi seorang muslim. Selain tanggung
jawab individu, pemuda milenial muslim juga memiliki tanggung jawab sosial
kemasyarakatan. Yusuf Al-Qardawi menyatakan bahwa setiap individu muslim di
samping memiliki tanggung jawab individual atas dirinya (al-mas’uliyyah
al-fardiyyah), juga memiliki tanggung jawab social atas masyarakat dan
lingkungan (al-mas’uliyyah al-ijtima’iyyah). (LPMQ:2011, 31) Dalam hal
ini adalah menyebarkan arus informasi yang baik untuk menjawab keresahan
masyarakat dalam mengkonsumsi informasi yang diragukan kebenarannya.
Kontekstualisasi teladan pemuda Ashabul Kahfi di era
milenial
Ayat
Ashabul Kahfi
|
Narasi
Kontekstual
|
فتية
|
Millenial
Influencer (menjadi
pemuda milenial yang membawa pengaruh social)
|
ربنا ءاتنا من لدنك رحمة وهيّء لنا من أمرنا رشدا
|
Spiritual
Quotient (kekuatan
spiritual)
|
ثم بعثنهم لنعلم أيّ الحزبين أحصى بما لبثو ا أمدا
|
Researh dan pencarian fakta
|
وربطنا على قلوبهم
|
Kemantapan hati dan optimis
menghadapi permasalahan
|
ينشر لكم ربّكم من رحمته ويهيّء لكم من أمركم مرفقا
|
Akan datang pertolongan Allah
untuk orang yang meneguhkan iman dalam segala kondisi
|
F.
Kesimpulan
Kisah Ashabul kahfi memberikan
pelajaran bagi para pemuda untuk senantiasa memperjuangan keimanan. Di era
milenial, kebenaran dan keabsahan informasi berita harus diperjuangkan di
tengah maraknya hoaks yang beredar. Berikut adalah kontekstualisasi perjuangan
pemuda Ashabul Kahfi di era milenial.
1.
Menjadi Millenial Influencer
2.
Meneguhkan keimanan (Spiritual Quotient)
3.
Mengadakan penelitian ilmiah dan klarifikasi informasi
4.
Memantapkan hati dan optimis menghadapi persoalan
5.
Meneguhkan iman dalam segala kondisi
DAFTAR PUSTAKA
Baidan, Nashruddin. Konsepsi Taqwa Perspektif Al-Qur’an.
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2015)
Hanafi, Muchlis. ed. Pembangunan
Generasi Muda (Tafsir AlQur’an Tematik). (Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an,
Kemenag RI, 2011)
Hanafi, Muchlis. ed. Tanggung Jawab Sosial (Tafsir AlQur’an
Tematik). (Lajnah Pentashihan Mushaf
Al-Qur’an, Kemenag RI, 2011)
Haris, Muhamad. Menuju Islam Moderat. (Yogyakarta: Spasi
Book, 2018)
Ismail, Faisal. Islam yang Produktif Titik Temu Keumatan dan
Kebangsaan. (Yogyakarta: Diva
Press, 2017)
Lajnah Pentashihan Mushaf
Al-Qur’an. Tafsir Ringkas Al-Qur’an Al-Karim. (Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Kemenag RI,
2015)
Mustaqim, Abdul. Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir. (Yogyakarta:
Idea Press Yogyakarta, 2015)
Shihab, Quraish. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur’an. (Jakarta: Lentera
Hati, 2005)
Zawawi, Ali. Ma’shum, Saifullah. Penjelasan Al-Qur’an tentang
Krisis Sosial Ekonomi dan Politik.
(Jakarta: Gema Insani Press, 1999)
Comments
Post a Comment